PGRI Tuding Dirjen GTK Mempersulit Guru Peroleh Sertifikasi Kenapa ...?

8:13 PM
Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi (tengah) dalam konpress di Jakarta, Rabu (31/5). Foto: Mesya Mohammad/JPNN.com
Info Pendidikan JAKARTA - Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) bersubsidi yang digulirkan pemerintah, sebagai pengganti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dinilai tidak akan bisa menyelesaikan masalah sertifikasi.

Saat ini ada 400 ribu guru yang belum tersertifikasi, sementara program‎ Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) sudah berhenti karena dibatasi hanya 10 tahun.

"PLPG usianya hanya 10 tahun, kalau dalam masa itu banyak guru yang belum tersertifikasi, apakah guru yang harus disalahkan?," kata Ketum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi dalam konpress di Jakarta, Rabu (31/5).

Yang membuat PGRI geram, lanjutnya, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Surapranata, justru mengganti program tersebut dengan PPG bersubsidi.

Padahal PPG bersubsidi sudah pasti tidak akan menyelesaikan masalah sertifikasi guru. Sebab guru dibebankan syarat cukup berat, di antaranya angka kelulusan UKG (uji kompetensi guru) harus delapan, guru harus mengikuti tes, dan lain-lain.

"‎Menurut kami, Dirjen GTK tak serius menyelesaikan masalah guru. Dirjen GTK malah mempersulit guru untuk mendapatkan sertifikasi," ucapnya.

Dia menegaskan, PGRI menolak penghentian sertifikasi guru dalam jabatan dengan PLPG karena melanggar UUD Guru dan Dosen‎, serta PP 74 Tahun 2008 tentang Guru.

Bila PLPG dibatasi 10 tahun dan belum selesai, harusnya ada tafsir untuk penyelesaiannya. Sebab, sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan dan dibiayai pemerintah, bukan substitusi.

"Kami juga meminta pemerintah menurunkan batas lulus (UKG) dari delapan menjadi enam atau 6,5. Angka delapan bukan batas lulus dan tidak ada dasar akademiknya, kecuali keinginan untuk menyulitkan guru," tandasnya.‎ (esy/jpnn)(GSL)

Sumber : http://www.jpnn.com/news/pgri-tuding-dirjen-gtk-mempersulit-guru-peroleh-sertifikasi?page=1
PGRI Tuding Dirjen GTK Mempersulit Guru Peroleh Sertifikasi Kenapa ...? PGRI Tuding Dirjen GTK Mempersulit Guru Peroleh Sertifikasi Kenapa ...? Reviewed by Paulus Ven Logo on 8:13 PM Rating: 5

Bagikan 400 Ribu Guru Belum Sertifikasi tapi PLPG Dihentikan

9:39 PM
Foto Guru Mengajar
Info Pendidikan JAKARTA - Hingga saat ini masih ada sekitar 400 ribu yang telah mengajar namun belum mendapatkan sertifikat profesi guru.

Tapi, program untuk bisa mendapatkan sertifikasi untuk guru dalam jabatan (guru yang sudah mengajar) dengan mekanisme Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dihentikan.

Karena telah berusia 10 tahun. Aturan itu sesuai ketentuan dalam Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menuturkan guru yang belum mendapatkan sertifikasi itu lebih dari 400 ribu orang.

Mereka masih menunggu antrean untuk mengikuti program PLPG yang seluruhnya dibiayai pemerintah. Tapi, dengan alasan program tersebut telah selesai, guru-guru tersebut diminta untuk ikut program profesi guru (PPG).

”Kan bukan salah guru. Tiba-tiba guru yang sudah mengajar itu harus ikut PPG dan itu satu tahun lebih,” ujar Unifah usai menghadiri deklarasi komitmen guru Indonesia untuk pengendalian tembakau, di Jakarta kemarin (24/5).

Dalam waktu satu tahun itu tentu guru juga harus meninggalkan sekolah. Selain itu, biaya untuk PPG itu harus ditanggung oleh guru.

Memang ada rencana dari Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud untuk memberikan subsidi pada peserta PPG itu. Tapi, jumlahnya tidak menyeluruh. ”Itu kan hanya program pemanis. Pemanisnya pemanis buatan,” kritik Unifah.

PGRI akan mengumpulkan seluruh pengurus provinsinya segera untuk menyikapi lebih resmi kebijakan dari Kemendikbud tersebut.

Termasuk rencana untuk melayangkan surat protes kepada Mendikbud Muhadjir Effedy agar menimbang-nimbang lagi rencana tersebut.

”Dulu waktu zaman menterinya Pak Anies (Mantan Mendikbud Anies Baswedan, red) dijanjikan akan dibiayai. Tapi, sekarang kami tunggu realisasinya,” terang dia.

Bila kemendikbud masih nekad untuk menghentikan pembiayaan untuk sertifikasi guru dalam jabatan itu PGRI akan mengadukan masalah itu ke Mahkamah Konstitusi. Sebab, sesuai undang-undang pula, sertifikasi guru itu dibiayai oleh pemerintah.

”Sekarang dengan alasan sudah sepuluh tahun mereka menghentikan. Itu zalim. Itu melanggar undang-undang. Dan kami akan persoalkan secara serius,” tegas dia.

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata membenarkan bahwa program PLPG resmi dihentikan. Kemudian diganti dengan PPG dalam jabatan.

Pejabat yang akrab disapa Pranata itu menjelaskan, alasan utamanya adalah pemerintah ingin menjalankan undang-undang. Dia menuturkan amanah dalam UU Guru dan Dosen, sudah tidak dibernarkan lagi ada PLPG.

Pemerintah sejatinya sudah ’’meringankan’’ proses PPG untuk guru yang sudah mengajar. Diantaranya adalah durasi PPG dikepras dari semula satu tahun menjadi empat bulan saja. Sejumlah materi pendidikan dihapus, karena para guru dalam jabatan itu sudah mengajar.

Terkait dengan biaya PPG, Pranata mengatakan sudah mendapatkan subsidi pemerintah. Nominalnya Rp 7,5 juta per orang. Namun Pranata mengakui subsidi itu belum menutup semua kebutuhan.

’’Subsidi itu hanya untuk kebutuhan akademik pendidikan,’’ jelasnya. Sementara untuk akomodasi dan konsumsi selama empat bulan mengikuti PPG, ditanggung sendiri. (jun)(GSL)

Sumber : http://www.jpnn.com/news/400-ribu-guru-belum-sertifikasi-tapi-plpg-dihentikan?page=1
Bagikan 400 Ribu Guru Belum Sertifikasi tapi PLPG Dihentikan Bagikan 400 Ribu Guru Belum Sertifikasi tapi PLPG Dihentikan Reviewed by Paulus Ven Logo on 9:39 PM Rating: 5

Lowongan! Dibutuhkan 2.500 Guru Tetap dan Honorer

10:11 PM
Para guru mengikuti upacara. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com
Info Pendidikan JAKARTA - Pemerintah membuka kesempatan bagi guru tetap dan honorer di sekolah negeri maupun swasta di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengikuti pendidikan profesi guru (PPG) dalam jabatan bersubsidi.

Untuk tahun ini, pemerintah menyiapkan kuota sebanyak 2.500 guru.

Menurut Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Sumarna Surapranata, program tersebut merupa‎kan kolaborasi antara Kemdikbud dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti).

Untuk program kali ini, pendidikannya hanya empat bulan.

"Ini PPG-nya lebih cepat dari waktu pendidikan normal satu tahun. Karena pemerintah membutuhkan 2.500 guru tersebut untuk kebutuhan November. Setiap peserta, kami berikan subsidi sebesar Rp 7,5 juta," kata Pranata, sapaan akrabnya, Jumat (19/5).

Dia menjelaskan, sa‎saran PPG tahun ini adalah guru produktif di SMK sebagai amanat Inpres 9/2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia.

Program itu juga bisa diikuti honorer di sekolah negeri ‎maupun swasta di lingkungan Kemendikbud, belum memiliki sertifikat pendidik, dan terdaftar pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Guru ini harus mengajar minimal lima tahun atau yang mengikuti program Sarjana Mengajar Kejuruan atau instruktur program keahlian ganda.

"Syarat lainnya guru harus lulusan S1/D4 dari perguruan tinggi dengan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) minimal B atau dari program studi terakreditasi minimal B dengan IPK minimal 2,75," terangnya.

Namun, untuk umur batas maks‎imal 35 tahun per 31 Desember 2017.

Di atas usia itu tidak bisa karena guru ini akan dipersiapkan untuk ASN November mendatang. (esy/jpnn)(GSL)

Sumber : http://www.jpnn.com/news/lowongan-dibutuhkan-2500-guru-tetap-dan-honorer?page=1
Lowongan! Dibutuhkan 2.500 Guru Tetap dan Honorer Lowongan! Dibutuhkan 2.500 Guru Tetap dan Honorer Reviewed by Paulus Ven Logo on 10:11 PM Rating: 5

Kasihan, Puluhan Guru K2 Tertipu karena Ngebet Jadi PNS

10:21 PM
Foto Ilustrasi Guru Mengajar di Kelas doc.JPNN.com
Info Pendidikan BREBES - Keinginan para tenaga honorer untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) menjadi celah bagi penipu untuk beraksi. Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, puluhan guru honorer tertipu iming-iming untuk dijadikan PNS dengan syarat bersedia menyetor uang.

Pelakunya adalah seorang guru Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengajar di sekolah dasar negeri (SDN) di Brebes. Korbannya ada 32 calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada seleksi Kategori Dua (K2) 2013 lalu. Oknum guru penipu itu diduga telah menerima uang hingga Rp 700 juta.

Salah seorang guru honorer yang menjadi korban, EW mengaku telah membayaran ke oknum PNS dalam sebanyak Rp 46 juta. Uang itu ditransfer dalam dua kali transaksi.

Pertama, dia mentransfer uang sebesar Rp30 juta kepada MT dan secara tunai ke saudara Ir sebesar Rp 16 juta. EW yang bekerja di salah satu SD di Kecamatan Jatibarang mengaku dijanjikan bakal lolos dalam seleksi CPNS K2 empat tahun silam.

Namun, hingga saat ini kabar gembira yang diharapkannya tak kunjung tiba. "Awalnya saya ditawari sama Ir yang kini menjadi guru PNS, katanya saya dijanjikan bisa lolos di CPNS 2013 silam," tuturnya kepada radartegal.com.

"Uang yang diminta oleh Ir katanya untuk digunakan sebagai pengurusan CPNS di Jakarta, karena dia (Ir) mengaku ada kenalan di sana," lanjutnya sembari menunjukan bukti transfer.

Dia menambahkan, dari 32 orang yang menjadi korban, hanya ada tiga orang termasuk dirinya yang berani membawa kasus itu ke ranah hukum. Pasalnya, forum mediasi yang digelar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Brebes untuk dua belah pihak tidak mencapai kesepakatan.

“Dari dinas menyarankan kepada Ir untuk mengembalikan uang saya. Tapi hingga saat ini belum ada sepeserpun yang dikembalikan," tuturnya.

Padahal, sambung dia menjanjikan jika kita (CPNS) tidak lolos ujian, uang yang sudah kita transfer akan dikembalikan," lanjutnya.

Karenanya EW mengharapkan Ir segera mengembalikan uang yang telah ditransfer oleh sejumlah guru. Jika tidak, katanya, dia akan melaporkan kembali kasus tersebut ke pihak yang berwajib dan dinas terkait.

"Ya harapan saya sih Ir mau segera mengembalikan uang yang telah ditransfer oleh sejumlah guru kepada dirinya, sehingga mereka mau memaafkannya," harapnya.

Terpisah, Sekertaris Dewan Pendidikan Kabupaten Brebes Wijanarto membenarkan bahwa sudah ada laporan tentang kasus itu. Namun, mediasi yang sempat dilakukan Dewan Pendidikan Kabupaten Brebes tidak menemukan titik temu.

Menurutnya, Ir bersikap tidak kooperatif selama mediasi. "Terlapor dalam hal ini Ir sering tidak hadir dan susah dihubungi. Sehingga belum ada titik temu," ujarnya.

Meski demikian, pihaknya telah melaporkan kejadian tersebut ke instansi terkait dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Brebes. Karenanya, dia mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya guru honorer untuk tidak mudah percaya akan pengangkatan CPNS.

Menurutnya, dewan guru (K2) harus mengetahui selek beluk dalam pengangkatan, sehingga tidak terjadi kasus yang sama. "Haru diketahui seluk beluk dan tata cara dalam pengangkatan CPNS, sehingga kejadian yang sama tidak terulang lagi," pungkasnya.(ded/har/zul)(GSL)

Sumber : http://www.jpnn.com/news/kasihan-puluhan-guru-k2-tertipu-karena-ngebet-jadi-pns?page=1
Kasihan, Puluhan Guru K2 Tertipu karena Ngebet Jadi PNS Kasihan, Puluhan Guru K2 Tertipu karena Ngebet Jadi PNS Reviewed by Paulus Ven Logo on 10:21 PM Rating: 5

Penyebaran Paham Radikal di Kampus Sudah Mengkhawatirkan

10:21 PM
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius (paling kanan) dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Moh Nasir (paling kiri). Foto: istimewa for JPNN

Info Pendidikan SEMARANG - Penyebaran paham radikal terorime sudah mulai sistemik dan sangat mengkhawatirkan. Bahkan penyebaran tersebut sudah terlihat sistemik dengan masuk ke instansi-instansi pendidikan termasuk ke perguruan tinggi.

Hal tersebut tentunya memerlukan perhatian yang khusus bagi para rektor perhuruan tinggi yang ada di seluruh Indonesia.

Hal itu dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius saat memberikan kuliah umum bertema Resonansi Kebangsaan dan mencegah Radikalisme di hadapan sekitar 5.000 mahasiswa dan para rektor dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta se-wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Acara itu merupakan bagian dari Deklarasi Semangat Bela Negara dari Semarang untuk Indonesia yang berlangsung di Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu, (6/5).

“Penyebaran paham radikal di lingkungan kampus sekarang ini sudah sangat gawat sekali. Sudah tidak ada sekat. Kalau kita tidak gerak cepat untuk mengawasinya tentunya ini akan membahayakan terhadap anak-anak kita nantinya dan tentunya bangsa ini sendiri,” ujar Suhardi.

Dia berkaca pada Deklarasi Khilafah oleh salah satu organisasi massa di perguruan tinggi negeri di Jawa Barat beberapa hari lalu.

“Kejadian itu tentunya sangat kami sayangkan. Seharusnya pihak kampus sudah bisa mencegah kegiatan tersebut dari awal. Begitu sudah kejadian dan ramai diberitakan seperti itu jangan malah bilang tidak tahu mengenai organisasi itu,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.

Mantan Kapolda Jawa Barat ini  pun meminta pengelola perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk semakin meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas para mahasiswa, terutama terhadap organisasi kemahasiswaan yang bersifat eksklusif.

“Radikalisme bukan hanya karena kemiskinan, kebodohan, kekecewaan ataupun ketidakadilan. Karena saat ini radikalisme sudah terpapar di kaum intelektual. Termasuk adanya deklarasi khilafah itu tadi, pihak kampus harus bisa mendeteksi kegiatan yang dilakukan mahasiswamya. Kami harapkan ini tidak terjadi lagi di institusi pendidikan lainnya,” katanya.

Kepada pada rektor yang hadir, dia juga  meminta perekrutan tenaga pendidik harus benar-benar diperhatikan. Jangan sampai penyebaran radikalisme justru masuk melalui ajaran-ajaran dari tenaga pendidiknya itu sendiri.

“Penyaringan harus benar-benar ketat dalam merekrut tenaga pendidik. Contohnya di salah satu perguruan tinggi di Jawa Timur dari info yang saya dapat. Ada dosen yang sudah  mengintimidasi mahasiswanya untuk tidak diberikan nilai baik jika tidak mau nurut dengan apa yang dijarkanya dalam artian ada ideologi-ideologi lain yang diajarkan dosen itu ke muridnya,” kata mantan Kadiv Humas Polri ini.

Untuk itu, pihaknya akan terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan perguruan tinggi melalui Kemenristekdikti untuk memerangi radikalisme tersebut dengan berbagai upaya.

Dirinya  meminta guru, dosen, rektor, dekan dan kaum intelektual untuk lebih memperhatikan siswa atau pun mahasiswanya.

Sebab, untuk menjadi radikal seseorang tentunya tidak bisa serta merta. Ada proses dan waktu, bahkan mendaoat faktor lainnya.

"Nah ketika ada mahasiswa yang sedang menyendiri, tertutup, itu harus diwaspadai. Harus diberi perhatian jangan dibiarkan begitu saja. Kalau menyendirinya dalam hal kebaikan itu tidak apa-apa, kalau mengarah ke radikalisme harus diwaspadai,”tuturnya

Pasalnya, kesendirian menjadi faktor mudahnya seseorang termakan bujuk rayu kelompok radikal atau terdoktrinasi. Tak ada jalan lain, selain mewaspadai itu sejak dini.

“Jangan sampai nanti sudah radikal, sulit akan mengembalikan seperti semula. Karena sudah banyak kejadian seperti itu. Contohnya seperti yang di deportasi dari Turki beberapa waktu lalu, itu rata-rata berpendidikan tinggi semua," tuturnya.

Dalam paparannya, pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962  ini juga mengatakan, nasionalisme Bangsa Indonesia sudah tereduksi dengan hebat akibat faktor globalisasi.

Menurutnya, sebagian besar anak muda Indonesia sekarang sudah melupakan sejarah bangsanya. Bahkan, sudah banyak anak muda atau pelajar di negeri ini yang sudah tidak hafal lagi nama pahlawannya.

“Bahkan adat istiadat di daerahnya mereka juga sudah banyak yang tidak tahu. Ini kan masalah kebangsaan dan ini yang harus kita waspadai di tengah era globalisasi ini. Karena kalau kita tidak menjaganya lama-lama nasionalisme kita akan luntur,” ujar alumnus Akpol 1985 ini.

Menurutnya, Sumpah Pemuda dideklarasikan para anak muda bangsa dari berbagai pulau yang ada di Indonesia dengan berbagai etnis budaya dan agama pada 1928.

“Itu 17 tahun sebelum merdeka saja mereka sudah berani berikrar. Tinggal sekarang bagaimana eksistensi itu menjadi tantangan untuk dipertahankan dan dilestarikan di tengah era globalisasi yang saat ini terus berkembang.Sehingga generasi muda kita mampu merawat bangsa ini dengan kemajemukannya. Apakah itu akan ditinggalkan?. Harus ada upaya pencerahan untuk mengingatkan kembali cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia dengan mengulas kembali sejarah bangsa kepada kaum intelektual,” ujarnya,

Mantan Wakapolda Metro Jaya ini mengatakan, penyebaran paham radikal melalui teknologi informasi (IT) sekarang ini tidak bisa dilokalisasi.

“Yang bisa dilakukan saat ini adalah meminimalisir hoax dengan memperketat kontrol sosial,” ujarnya

Sebab, paham radikal sendiri saat ini bisa disebarkan melalui doktrin pada media online. Kelompok radikal telah menyebarkan hoax radikal.

Di antaranya dengan berisi hasutan, menyebarkan kebencian dan kekerasan, memberikan pemahaman jihad sempit, berisi SARA.

“Selanjutnya mereka mudah  menjelek-jelekkan kelompok lain dengan mengajak pembacanya untuk mengikuti kemauan kelompok tersebut. Jika ada yang tertarik selanjutnya dibaiat, bisa dengan cara soft atau hard, tergantung pada individunya,”  kata Suhardi.

“Kami meminta kepada adik-adik generasi muda ini harus meneguhkan nasionalisme dengan jiwa, harus membangun karakter manusia seutuhnya dengan dasar hati yang dipenuhi suara kejujuran," kata mantan Kapolres Metro Jakarta Barat dan Kapolres Depok ini.

Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Moh Nasir PhD menyatakan, kampus harus bebas dari paham radikalisme.

Kampus juga harus bisa menjaga citranya sebagai lembaga pendidikan dengan mengajarkan nilai-nilai dan budaya bangsa yang benar untuk mencetak pemimpin negara ini di masa yang akan datang

“Yang harus dipahami, kalau terjadi radikalisme, berarti kita tidak menerima perbedaan. Di Indonesia tidak bisa seperti itu karena kita hidup di antara keberagaman. Jadi, mari bersama-sama kita tangkal paham yang bisa merusak generasi bangsa di masa depan. Dan kampus harus bebas dari radikalisme, bebas dari kekerasan, bebas dari narkoba. Karena semua itu akan merusak masa depan bangsa Indonesia,” kata Moh Nasir.

Acara tersebut ditandai dengan deklarasi untuk menyepakati penolakan terhadap penyalahgunaan narkoba, dan segala bentuk paham radikalisme, dan terorisme yang membahayakan Pancasila dan keutuhan NKRI. (jos/jpnn)(GSL)

Sumber : http://www.jpnn.com/news/penyebaran-paham-radikal-di-kampus-sudah-mengkhawatirkan?page=1
Penyebaran Paham Radikal di Kampus Sudah Mengkhawatirkan Penyebaran Paham Radikal di Kampus Sudah Mengkhawatirkan Reviewed by Paulus Ven Logo on 10:21 PM Rating: 5

Sudah Empat Bulan Guru Honorer tak Gajian

8:38 PM
Bu Guru bersama siswa-siswinya di kelas. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Info Pendidikan, JAKARTA - Pengalihan pengelolaan SMA dan SMK dari pemkab/pemko ke pemerintah provinsi mulai awal tahun ini, masih menyisakan masalah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih terus menerima laporan guru honorer di SMA/SMK negeri yang belum menerima gaji hingga akhir April lalu. Artinya, sudah empat bulan sebagian guru honorer tidak gajian.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, sebenarnya pihaknya sudah membuat surat edaran yang memperbolehkan penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk gaji guru. Tapi, masih ada banyak sekolah yang takut menerapkan aturan tersebut.

”Tetapi kan bagaimana penggunaannya (dana BOS untuk gaji guru honorer) bagian dari kebijakan kementerian dalam negeri. Kemudian juga pemahaman dari sekolah dan propinsi,” ujar Muhadjir usai mengikuti pembukaan World Press Freedom 2017 di Jakarta Convention Center (JCC), kemarin (3/5).

Salah satu yang ditakutkan sekolah atau propinsi adalah pengeluaran dana BOS itu dikhawatirkan menjadi temuan dari audit keuangan oleh badan pemeriksa keuangan (BPK).

Bila menghadapi masalah seperti itu, kemendikbud biasanya akan menurunkan tim ahli di bagian peraturan dan perundang-undangan.

Inspektorat jenderal (irjen) kemendikbud juga dilibatkan untuk mengkaji dan memberikan pemahaman.

”Saya kira sekarang orang sangat hati-hati ya daripada masuk penjara mendingan tidak mengasih gaji guru,” keluh Muhadjir. Total ada sekitar 600 ribu guru honorer di sekolah negeri di seluruh Indonesia.

Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur itu menuturkan temuan masalah seperti itu terjadi di hampir semua propinsi. Hampir tiap hari pun ada laporan yang masuk ke Kemendikbud.

”Tiap hari terus terima laporan. Kita punya PRC, Pasukan reaksi cepat untuk menaggapi laporan itu,” tambah dia.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan, akar masalah tersendatnya gaji guru honorer adalah pencairan dana BOS.

Dia mengatakan Kemendikbud boleh saja menyebut sudah memberikan izin penggunaan dana BOS untuk gaji guru honorer.

’’Tetapi kalau dana BOS-nya saja belum cair di sekolah, apa yang mau dipakai untuk bayar gaji guru,’’ tuturnya.

Dia berharap Kemendikbud mengecek distribusi dana BOS di daerah. Jangan sebatas menerima laporan bahwa dana BOS sudah sampai di tingkat provinsi.

Menurut Ramli, memang benar dana BOS sudah di provinsi. Tetapi dananya masih parkir di provinsi, belum kunjung didistribusikan ke sekolah-sekolah.

Masalah lain terkait gaji guru honorer di sekolah negeri adalah, provinsi saat ini sedang melakukan evaluasi jumlah guru honorer. Hampir di seluruh provinsi, jumlah guru honorernya berlebih.

Dia mencontohkan di Sulawesi Selatan, jumlah guru honorer di SMA/SMK mencapai 16 ribuan orang. Sementara kebutuhan riilnya hanya sekitar 4.000 orang.

Ramli berharap pemerintah provinsi segera menetapkan guru-guru honorer yang kembali direkrut untuk mengisi kebutuhan. Supaya nasib gajinya tidak digantung seperti sekarang.

Dia berharap seleksi atau rekrutmen ini terbuka berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disepakati. Misalnya diutamakan guru honorer yang memiliki nomor unik tenaga pendidikan dan kependidikan (NUPTK), lama mengajar, dan kriteria sejenisnya. (jun/wan)(GSL)

Sumber : http://www.jpnn.com/news/sudah-empat-bulan-guru-honorer-tak-gajian?page=1
Sudah Empat Bulan Guru Honorer tak Gajian Sudah Empat Bulan Guru Honorer tak Gajian Reviewed by Paulus Ven Logo on 8:38 PM Rating: 5

Duuuh, Nasib Guru Honorer Semakin Buruk

8:32 PM
Bu Guru tetap mengajar meski siswa hanya satu orang. Ilustrasi Foto: JPG/cok.JPNN.com

Info Pendidikan, JAKARTA - Bukannya membaik, nasib guru honorer di era saat ini justru semakin buruk.

Temuan dari Ikatan Guru Indonesia (IGI), banyak guru honorer yang diikat kontrak oleh pemerintah daerah (pemda). Tetapi klausul di dalam kontrak tersebut, guru honorer tidak menerima atau dilarang menuntut gaji.

Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim mengatakan, pemda yang mengikat kontrak guru honorer tanpa ada jaminan pemberian gaji, sangat tidak manusiawi.

’’Sementara di sisi guru honorer sendiri, mereka berada di posisi lemah,’’ katanya di Jakarta kemarin. Sehingga di lapangan, banyak guru honorer yang terpaksa menerima kontrak ikatan kerja tersebut.

Dia menjelaskan dengan tidak adanya alokasi gaji dari kas pemda untuk guru honorer, maka otomatis gaji guru honorer terpaku pada dana BOS.

Sementara kondisi yang terjadi saat ini, pencairan dana BOS tersendat di tingkat pemerintah provinsi. Sehingga dana BOS belum bisa mengucur ke sekolah.

Ramli mengapresiasi kebijakan Pemprov Jawa Barat yang berkomitmen mengalokasikan gaji untuk guru tenaga honorer. Besarannya adalah Rp 85 ribu dikalikan 24 bagi guru yang mengajar 24 jam/pekan.

Bahkan jika ada guru yang mengajarnya lebih dari 24 jam/pekan, diberi tambahan lagi Rp 40 ribu/jam tatap muka.

Dia berharap semakin banyak pemda yang berkomitmen mengalokasikan gaji untuk guru tenaga honorer. Sehingga gaji guru honorer tidak terpaku pada dana BOS.

Menurutnya alokasi gaji guru honorer dari kas pemda cukup penting, untuk antisipasi jika ada kejadian dana BOS tidak kunjung cair di sekolah seperti saat ini.

Ramli menjelaskan di lapangan banyak guru yang menerima diikat kontrak kerja oleh pemda meskipun tidak ada jaminan gaji.

Sebab para guru merasa dengan adanya ikatan kontrak itu, bisa digunakan sebagai syarat mengikuti sertifikasi guru. Jika lolos sertifikasi, mereka berhak mendapatkan tunjangan profesi guru mulai Rp 1,5 juta per bulan.

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengaku prihati jika ada kontrak kerja guru yang tidak mencantumkan klausul gaji.

Menurut pejabat yang akrab disapa Pranata itu, lazimnya kontrak kerja harus mencantumkan durasi kerja sekaligus besaran gajinya.

Terkait dengan surat kontrak kerja untuk syarat ikut sertifikasi, Pranata menampiknya. Dia menegaskan surat keterangan kontrak kerja antara pemda dengan guru honorer, tidak bisa jadi syarat ikut sertifikasi.

Sertifikasi memang dibolehkan untuk guru swasta. Dengan catatan guru swasta itu harus berstatus guru tetap yayasan atau guru tetap pemda. Bukan guru dengan ikatan kontrak.

Terkait dengan dana BOS yang belum kunjung cair ke sekolah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan pemerintah daerah tidak perlu takut menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Khusunya menggunakan dana BOS untuk menggaji guru honorer di sekolah negeri. Dia yakin penggunaan dana tersebut tidak akan menjadi temuan yang jadi catatan dalam audit keuangan. lantaran sudah ada aturan yang jelas.

”Semua sudah ada aturan boleh harusnya. Itu kan undang-undang,” ujar dia usai bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana wapres kemarin (4/5).

Alih kelola SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi itu sesuai dengan UU 23/2004 tentang Pemerintah Daerah.

Namun, alih kelola itu sempat digugat ke Mahkamah Konstitusi seperti yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Sebab, Surabaya khawatir bila dikelola Pemprov Jatim pendidikan level SMA dan SMK tidak akan gratis lagi.

Lebih lanjut, Tjahjo menuturkan memang ada banyak pemerintah propinsi yang belum pos anggaran untuk menangani pembiayaan SMA dan SMK.

Termasuk untuk membiayai guru honorer di sekolah negeri tersebut. ”Pos anggaran itu bisa pakai dana BOS atau dana yang lain, tanpa mengganggu,” jelas dia.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan masih banyak guru yang belum menerima gaji hingga Mei.

Lantaran, ada kekhawatiran dari pihak sekolah pemberian gaji untuk guru honorer dari BOS itu bisa jadi masalah.

Berbagai laporan dari banyak daerah terus diterima Kemendikbud sehingga mereka membuat tim reaksi cepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Lantaran prioritas mereka adalah kesejahteraaan guru.

Tjahjo tentu setuju dengan langkah kemendikbud tersebut. ”Masukan Mendikbud sudah cukup bagus. Yang penting sistem pengajaran dan penggajian itu tak ada kendala,” tegas dia. (wan/jun)(GSL)

Sumber : http://www.jpnn.com/news/duuuh-nasib-guru-honorer-semakin-buruk?page=1
Duuuh, Nasib Guru Honorer Semakin Buruk Duuuh, Nasib Guru Honorer Semakin Buruk Reviewed by Paulus Ven Logo on 8:32 PM Rating: 5

Pemerintah Dituntut Membersihkan Sektor Pendidikan dari Diskriminasi

8:22 PM
Siswa sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat dalam sebuah kegiatan di Monas, Jakarta Pusat. Foto: dokumen JPNN.Com
Info Pendidikan - Dunia pendidikan Indonesia masih belum lepas dari praktik diskriminasi. Mulai dari diskriminasi berbasis identitas gender, suku, ras sampai agama, bisa ditemukan di Nusantara.

Diskriminasi berbasis identitas gender dalam pendidikan formal masih kental ditemukan dalam buku pelajaran. Begitu pun proses belajar yang diskriminatif terhadap siswa perempuan.

"Pendidikan non formal untuk perempuan juga hanya diberikan untuk meningkatkan ketrampilan kerumahtanggaan," ujar Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah dalam keterangan persnya, Selasa (2/5).

Sementara itu, lanjutnya, Diskriminasi bebasis agama ditemukan dalam proses belajar dan bahan ajar. Misalnya, kasus disusupkannya paham intoleransi dalam LKS pada tahun 2015.

Hasil penelitian Setara Institut juga menemukan 65 sekolah melakukan tindakan diskriminatif. Penelitian Wahid Institute 2014 dan penelitian LaKIP tahun 2011 membuktikan adanya dukungan guru dan pelajar terhadap tindakan pelaku perusakan dan penyegelan rumah ibadah.

Karena itu, dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, Institut KAPAL Perempuan menagih kewajiban pemerintah Indonesia.

"Kepada presiden dan wakil presiden Republik Indonesia untuk memenuhi janji politik menyelenggarakan pendidikan 12 tahun yang berkualitas dan tanpa biaya. Serta menerapkan nilai-nilai kesetaraan gender dan penghargaan terhadap keberagaman dalam pendidikan,” ujar Misiyah.

Untuk Kemendikbud dan Kemenag, KAPAL Perempuan menuntut penerapan nilai-nilai keadilan sosial, keadilan gender dan penghargaan terhadap kebinekaan dalam pendidikan.

Hal ini hanya bisa dilakukan dengan membenahi kurikulum, bahan ajar dan proses pembelajaran dalam pendidikan formal maupun non formal.

"Kami juga menuntut kementerian tegas memberikan sanksi hukum yang tegas kepada institusi-institusi pendidikan yang melanggar nilai-nilai kesetaraan gender, penghargaan terhadap kebhinekaan yang berdampak menyuburkan diskriminasi," lanjutnya.

Affirmative action bagi kelompok-kelompok marjinal, minoritas dan perempuan juga dinilai perlu diambil. Sehingga, hak mereka atas pendidikan bisa terpenuhi.

"Pembekalan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses belajar mengajar, terutama guru, untuk meningkatkan kapasitas perspektifnya tentang HAM, hak asasi perempuan/keadilan gender dan kebinekaan, juga diperlukan," tambah Misiyah lagi. (dil/jpnn)(GSL)

Sumber : http://www.jpnn.com/news/pemerintah-dituntut-membersihkan-sektor-pendidikan-dari-diskriminasi?page=1
Pemerintah Dituntut Membersihkan Sektor Pendidikan dari Diskriminasi Pemerintah Dituntut Membersihkan Sektor Pendidikan dari Diskriminasi Reviewed by Paulus Ven Logo on 8:22 PM Rating: 5
Powered by Blogger.